Museum Brawijaya
Suasana Museum Brawijaya yang terletak
di Jalan Ijen 25A ini sehari-harinya tampak lengang dan hanya terlihat
beberapa tentara yang berjaga di pos depan. Namun sebenarnya museum ini
menyimpan cukup banyak koleksi dan informasi tentang penggalan sejarah
perjuangan rakyat Indonesia khususnya Jawa Timur dalam melawan kaum
penjajah. Semua benda-benda militer seperti persenjataan dan juga
kendaraan-kendaraan lapis baja yang menjadi pajangan di depan museum,
adalah salah satu bukti dari perjuangan dan kegigihan bangsa Indonesia
untuk dapat terlepas dari cengkeraman tangan penjajah.
Sebelum masuk ke halaman depan museum,
di depan pagar masuk, di tepi Jalan Ijen, terdapat sebuah kendaraan
jenis “Tank” hasil rampasan arek-arek Suroboyo pada bulan Oktober 1945.
Di depan Gedung Museum ini terdapat
kolam cukup besar yang berisi ikan-ikan air tawar serta beberapa bunga
teratai yang mengambang di atasnya. Patung Jendral Sudirman akan
menyambut kedatangan kita sebelum melangkah masuk melalui jembatan di
atas kolam tersebut.
Dengan tiket masuk seharga Rp 2500,oo
kita sudah bisa memasuki ruang lobby museum yang cukup luas. Di sebelah
kanan dari pintu masuk ada cafetaria dan beberapa buah buku tentang
Museum dengan harga Rp 9000,oo.
Di tembok disepanjang lobby ini terdapat
dua buah relief yang cukup besar yang berisi tentang wilayah kekuasaan
Majapahit dan daerah-daerah tugas yang pernah didiami oleh pasukan
Brawijaya.
Di Ruang I benda koleksi yang paling mencolok adalah sebuah mobil sedan keluaran Pabrik Desoto USA tahun 1941 yang pernah digunakan Kolonel Sungkono Panglima Divisi I / JawaTimur 1948; serta satu set meja kursi yang digunakan untuk perundingan penghentian tembak menembak (gencatan senjata) antara TKR/pejuang dengan sekutu di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1945.
Pihak Indonesia diwakili oleh Bung Karno
dan Bung Hatta, sedangkan pihak Sekutu diwakili oleh Mayjen Havtorn dan
Brigjen Mallaby. Di Ruang ini pula terdapat beberapa lukisan tentang
perjuangan yang sebenarnya begitu indah hanya, maaf, kurang terawat,
sehingga lukisan-lukisan tersebut tampak kusam dan kurang menarik.
Detail isi dari Ruang I ini bisa anda KLIK DISINI
Di Ruang II, selain berisi koleksi
piala-piala dan senjata-senjata yang sekali lagi, maaf, agak berdebu,
terdapat beberapa mesin hitung dan komputer kuno.
Tidak seperti laptop yang mudah
dijinjing dan dioperasikan dimanapun, komputer-komputer ini berukuran
sangat besar dan terbuat dari besi utuh dengan berat puluhan ton. Kami
sebenarnya begitu ingin tahu tentang cara pengoperasian komputer ini,
namun kami belum menemukan sumber yang pasti. Detail isi dari Ruang II
ini bisa anda KLIK DISINI
Sementara bagian atas dari Museum ini dibiarkan kosong begitu saja, namun dari sini kita bisa memandang sebagian wajah dari Jalan Ijen dan Perpustakaan Umum Malang.
Sebagian besar dari kita mungkin sudah
lahir di zaman merdeka. Kita tidak merasakan pahit-getirnya mengibarkan
sang saka merah putih. Kita tidak merasakan bagaimana hidup dalam
kekuasaan penjajah. Kita hanya tahu perjuangan bangsa Indonesia melalui
buku-buku dan media-media yang begitu mudah didapatkan namun tidak bisa
dirasakan. Sang saka merah putih perlahan-lahan kehilangan maknanya.
Begitu sulitnya membentuk jiwa nasionalis di zaman modern sekarang ini.
Karena itu tujuan museum ini didirikan supaya masyarakat bisa mengenal
dan mengenang sejarah perjuangan bangsa Indonesia khususnya rakyat Jawa
Timur sejak tahun 1945. Usaha pendirian museum militer ini sudah
dilakukan sejak tahun 1962 dan diprakarsai oleh Brigjen TNI (Purn)
Soerachman (Mantan Pangdam VIII/Brawijaya tahun 1959-1962).
Sdr. Martha, seorang pemilik Hotel di
Tretes Pandaan, rupanya memiliki kepedulian yang cukup besar terhadap
jerih payah para pejuang, maka beliau menyatakan kesanggupannya untuk
menanggung biaya pembangunan gedung museum, sedangkan pemerintah daerah
Kota Madya Malang, menyediakan lokasi tanah yang terletak di Taman
Indrakila (sekarang Jl. Ijen 25A Malang) seluas kurang lebih 10.500 m2
dengan luas gedung pameran, perpustakaan dan perkantoran kurang lebih
3.200 m2.
Pelaksanaan pembangunan gedung Museum
Brawijaya arsitekturnya diserahkan sepenuhnya kepada Zidam
VIII/Brawijaya dan dipercayakan kepada Kapten Czi Ir. Soemadi yang
akhirnya dapat dilaksanakan pada tahun 1967 sampai dengan tahun 1968.
Berdasarkan Keputusan Pangdam
VIII/Brawijaya nomor Kep/75/IV/1968 tanggal 16 April 1968 maka Museum
Brawijaya diberi nama “Citra Uthapana Cakra.”
- Citra : Sinar, Cahaya.
- Uthapana : Yang membangun/membangkitkan.
- Cakra : Kekuatan/semangat.
Jadi secara keseluruhan Citra Uthapana Cakra dapat diartikan sebagai “Sinar yang membangkitkan semangat/kekuatan”.
Pada tanggal 4 Mei 1968 gedung Museum
Brawijaya diresmikan dengan upacara resmi. Dalam upacara tersebut,
Pangdam VIII/Brawijaya menunjuk Kolonel (Purn) DR. Soewondo (Mantan
Pangdam VIII Brawijaya pada tahun 1952) untuk mewakili pini sepuh
keluarga besar Brawijaya dan bertindak sebagai Inspektur Upacara yang
juga dihadiri oleh Pangdam VIII Brawijaya Mayjen TNI M. Yasin beserta
keluarga besar Brawijaya.
Setelah pelaksanaan reorganisasi
Bintaldam VIII Brawijaya dan likuidasi Jarahdam VIII Brawijaya ke dalam
fungsi Bintal pada tahun 1986, maka terbentuklah organisasi baru
Bintaldam V Brawijaya sehingga Museum Brawijaya berada di bawah Komando
Bintaldam V Brawijaya.
Secara garis besar Museum Brawijaya
dibagai menjadi empat bagian yaitu: Ruang Lobby, Ruang I, Ruang II, dan
Halaman Tengah Museum yang berisi Gerbong Maut dan Perahu Senggigir.
Sedangkan bagian atas dibiarkan kosong begitu saja.
Keterangan lebih detail tentang seluruh koleksi benda di Museum ini bisa anda KLIK DISINI
Menurut buku berjudul “Sekilas Mengenal
Museum Brawijaya Malang” yang dijual seharga Rp 9000,oo di Museum;
peranan Museum Brawijaya bagi masyarakat adalah:
- Sebagai media pendidikan.
- Sebagai tempat rekreasi.
- Sebagai tempat penelitian ilmiah.
- Sebagai tempat pembinaan mental kejuangan dan pewarisan nilai-nilai 1945 dan TNI 1945 bagi prajurit TNI dan masyarakat umum.
- Sebagai tempat pembinaan mental kejuangan dalam rangka pembinaan wilayah.
- Mengumpulkan/memperoleh benda-benda koleksi.
- Meneliti, mempelajari, mencatat benda koleksi.
- Memelihara dan mengawetkan benda-benda koleksi.
- Memamerkan benda koleksi.
- Meneruskan pengetahuan tentang koleksi kepada pengunjung.
Semoga apa yang tertulis dalam buku
tersebut dapat benar-benar dihayati dan dilaksanakan sehingga museum in
benar-benar dapat menjadi sumber dan sarana masyarakat dalam mempelajari
dan memahami tiap tetes darah yang dikorbankan para pendahulu negeri
ini.
***
Источник: http://pesonamalangraya.com/?p=1071
Источник: http://pesonamalangraya.com/?p=1071
0 comments:
Post a Comment